TTS ke-13, HISKI dan Dedikasi Tak Kenal Lelah untuk Sastra Indonesia

ORCANEWS. ID - "Sastra adalah denyut nadi bangsa," kata Dr. Yeni Artanti, M.Hum, membuka acara Tukar Tutur Sastra ke-13 dengan semangat yang menggugah.
Sebagai Sekretaris Jenderal Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI), ia mengingatkan bahwa sastra bukan sekadar warisan, melainkan medium untuk membangun karakter bangsa. Pernyataan ini menggema dalam diskusi yang berlangsung hangat pada Sabtu, 18 Januari 2024.
Acara yang diadakan via Zoom ini menjadi ajang berkumpulnya para sastrawan dan akademisi dari seluruh Indonesia. Dengan semangat keberlanjutan tradisi literasi, Tukar Tutur Sastra ke-13 mengukuhkan komitmen HISKI dalam memperkuat peran sastra di tanah air.
Dr. Yeni juga menyampaikan pesan dari Ketua Umum HISKI, Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum, yang menegaskan pentingnya semangat berkarya demi bangsa.
Salah satu momen berkesan adalah presentasi Dr. Agustan, S.Pd., M.Pd., Ketua HISKI Komisariat Sulawesi Tengah. Ia memaparkan inovasi pewarisan sastra lokal melalui alih wahana permainan tradisional anak Kaili ke dalam seni pertunjukan.
"Kita perlu menjaga tradisi ini tetap hidup dengan cara yang relevan," ujarnya penuh keyakinan.
Dr. Agustan pun memamparkan, dalam konteks masyarakat Kaili, tradisi lisan dan permainan tradisional memiliki peran penting sebagai media pembentukan identitas budaya. Pewarisan nilai-nilai ini bukan hanya upaya mempertahankan tradisi, tetapi juga strategi untuk memperkuat koneksi antargenerasi. Dengan mengadaptasi permainan tradisional menjadi seni pertunjukan, sastra lokal tidak hanya dilestarikan, tetapi juga menjadi lebih menarik dan relevan bagi generasi muda.
Lebih lanjut, Ia juga menyoroti alih wahana dari permainan tradisional anak Kaili ke seni pertunjukan merupakan langkah inovatif yang menggabungkan nilai-nilai tradisional dengan pendekatan kreatif. Metode ini tidak hanya memberikan ruang baru bagi ekspresi budaya, tetapi juga menjadikannya lebih mudah diterima oleh khalayak yang lebih luas. Seni pertunjukan memungkinkan cerita-cerita tradisional dikemas ulang dalam format yang menarik secara visual dan emosional, sehingga mampu menarik minat generasi muda yang lebih akrab dengan budaya populer modern.
Lebih penting lagi, menjaga tradisi tetap hidup membutuhkan cara yang sesuai dengan perkembangan zaman. Alih wahana ini tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga medium edukasi yang efektif untuk menyampaikan nilai-nilai budaya. Dengan melibatkan komunitas lokal, pemerintah, dan institusi pendidikan, pendekatan ini memiliki potensi untuk menjadi model pelestarian budaya yang berkelanjutan, memperkuat identitas budaya masyarakat Kaili, sekaligus membangun kebanggaan akan warisan lokal.
Sementara itu, Dr. Yosi Wulandari, M.Pd., membawa energi baru dalam membedah karya sastra melalui kajian mendalam terhadap mitos merantau dalam karya Gus TF Sakai. Dengan sudut pandang tajam, ia mengajak peserta memahami bagaimana sastra menjadi refleksi kompleksitas realitas sosial yang penuh makna.
Menurut Dr. Yosi, keahlian Gus TF Sakai dalam bermain bahasa mencerminkan kondisi instabilitas budaya. Kondisi ini memperlihatkan negosiasi kreatif yang dilakukan Gus TF Sakai untuk mempertahankan identitas budaya sekaligus menerima pengaruh dari luar. Merantau, sebagai tema utama, hadir dengan makna yang berlapis dan dinamis, mencerminkan sistem sosial yang terus bergerak.
Karya-karya Gus TF Sakai tidak hanya menawarkan cerita, tetapi juga permainan bahasa yang menciptakan anomali menarik. Melalui pendekatan sastra yang mendalam, Dr. Yosi mengungkap bagaimana teks merantau dalam karya ini bukan sekadar narasi, melainkan ruang eksplorasi makna yang terus berkembang.
Tidak kalah menarik, Dr. Ahmad Bahtiar, M.Hum., dengan penuh semangat mengupas tema berhaji dalam sastra Indonesia. Dalam refleksi mendalamnya, ia menggambarkan perjalanan haji bukan hanya sebagai ritual keagamaan, tetapi juga sebagai simbol kuat dari hubungan manusia dengan Tuhan dan budaya.
Menurut Dr. Ahmad, haji dalam karya sastra sering kali melampaui deskripsi fisik. Ia menjadi cerminan pergulatan batin, pencarian makna hidup, dan upaya mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa.
"Haji adalah perjalanan yang menyentuh dimensi spiritual dan budaya sekaligus," ujarnya.
Dalam karya-karya sastra, perjalanan ke Tanah Suci sering digambarkan sebagai proses transformasi. Karakter yang memulai perjalanan ini kerap mengalami pergolakan emosi, renungan mendalam, hingga pencerahan yang mengubah cara pandang mereka terhadap kehidupan.
Dr. Ahmad juga menyoroti bagaimana haji menjadi jembatan antara tradisi lokal dan spiritualitas universal.
"Ada nilai-nilai yang tidak hanya berbicara tentang keimanan individu, tetapi juga tentang bagaimana budaya kita memaknai perjalanan ini," tambahnya.
Refleksi Dr. Ahmad mengingatkan bahwa sastra memiliki kekuatan untuk menggambarkan kedalaman pengalaman manusia—menghubungkan spiritualitas, budaya, dan pencarian makna hidup dalam satu harmoni yang memikat.
Moderator acara, Dr. Indah Imawati, M.Pd., berhasil menjaga dinamika diskusi tetap hidup. Dengan pertanyaan-pertanyaan tajam dan interaksi yang hangat, ia memantik antusiasme peserta, menjadikan acara ini penuh inspirasi.
Mengakhiri acara, Dr. Indah Imawati menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang berkontribusi.
"Tukar Tutur Sastra bukan hanya sekadar forum diskusi, tetapi juga ruang kolaborasi kreatif yang memperkuat akar budaya Indonesia. HISKI, melalui acara ini, membuktikan komitmennya dalam menjaga keberlanjutan tradisi literasi yang menjadi identitas bangsa," pungkasnya.
What's Your Reaction?






