KKP JAGA MARWAH LAUT INDONESIA
Ketika dunia menoleh pada daratan, Indonesia justru menyematkan masa depannya pada lautan. Di perairan biru yang maha luas itu, sang penjaga laut tak kenal lelah membentengi martabat negeri dari aksi kapal asing yang kerap melakukan praktik ilegal fishing. Siapa mereka? aparat Ditjen PSDKP KKP dengan kapal pengawas yang siap menjaga marwah laut indonesia.

ORCANEWS.ID - Laut Indonesia bukan sekadar hamparan air, ia adalah rahim kehidupan, bentangan biru yang memeluk ribuan pulau, tempat nelayan menggantung harapan, dan pusat denyut ekonomi biru Nusantara. Namun kini, laut itu terusik. Gerombolan kapal asing, berbendera Filipina, Malaysia, Tiongkok, dan Vietnam menyelinap, merambah, dan menjarah. Mereka bukan tamu yang diundang. Mereka adalah pencuri di malam sunyi, menebar jaring haram di perairan kita yang suci.
Terbaru, Kapal Pengawas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Hiu Macan 04 meraung seperti petir yang membelah hening. Dr. Pung Nugroho Saksono, sang Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), berdiri di geladak, matanya menatap cakrawala. Di tangannya tergenggam tekad: tidak akan ada kompromi bagi siapapun yang mencuri dari laut Indonesia.
Sang Dirjen yang dikenal terjun ke lapangan, memimpin langsung penangkapan. Tak ada rasa takut baginya dan seluruh aparat PSDKP. Dan benar saja, dua kapal ikan asing asal Filipina dibekuk dalam operasi senyap namun mematikan.
Di balik penangkapan ini, tergambar jelas betapa meski anggaran PSDKP terbatas, semangat mereka tak pernah kering. Nyala itu justru berkobar lebih panas dari mentari di atas Pasifik. Sebab laut Indonesia bukan sekadar geopolitik; ia adalah marwah bangsa.
Perintah Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, bahwa ekologi adalah panglima. Kalimat itu bukan slogan kosong, melainkan amanat filosofis. Di laut, bukan hanya ikan yang harus diselamatkan, tetapi juga keberlanjutan, kehidupan, dan kemanusiaan. Jika laut ini rusak, maka yang hilang bukan hanya sumber daya, tetapi juga sejarah dan masa depan.
Di tengah keterbatasan armada, idealisme PSDKP menjadi layar yang terus mengembang. Mereka tidak berlayar demi pujian, tetapi demi pertahanan tak kasat mata yang menjulang tinggi. Di setiap sergapan, mereka mempertaruhkan nyawa. Sebab musuh tak selalu datang dengan senjata, kadang ia menyaru sebagai nelayan, menyelinap sebagai badai dalam kelengahan.
Apa jadinya jika laut Indonesia dibiarkan kosong? Jika tuna, cakalang, hingga udang berlari menjauh, karena tak ada lagi habitat yang lestari? Maka anak cucu kita hanya akan mengenal ikan lewat gambar di buku sekolah. Karena itu, penjagaan ini bukan perkara sehari dua hari. Ini adalah jihad panjang untuk memastikan laut tetap bernyawa.
Di Biak, di Natuna, di Morotai, dan ribuan titik lain, suara sirene kapal pengawas menjadi syair penjaga kedaulatan. Dan PSDKP, di bawah komando Ipunk, sapaan Dirjen PSDKP, berdiri sebagai tembok yang tak pernah retak. Setiap jengkal laut dijaga bukan dengan kekerasan, tetapi dengan cinta, humanis tapi penuh terukur.
Indonesia tidak boleh kalah. Sebab sekali laut ini lepas, yang tersisa hanya kenangan. Dan laut tak boleh jadi legenda. Ia harus tetap hidup, biru, dan berlimpah, seperti janji yang tak boleh dikhianati.
What's Your Reaction?






